BAB
6
MANUSIA
DAN KEADILAN
A.
Pengertian
Keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung
ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang
harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak sama, maka masing –
masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelangggaran
terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada
diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri
dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates memproyeksikan keadilan pada
pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan tercipta bilamana warga Negara
sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mengapa
diproyeksikan kepada pemerintah ? sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan
dinamika masyarakat. Kong Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak
sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing
telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai
tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum
dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan pelakuan yang seimbang antara
hak-hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan
menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila
setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang memperoleh
bagian yang sama dari kekayaan bersama.
B.
Macam-Macam Keadilan
1.
Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan
hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjadi
kesatuannya.Dalam masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan
menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (the man behind the gun). Pendapat
Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan oleh yang lainnya disebut keadilan
legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan
penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang
membentuk suatu masyarakat.
Dan Ketidakadilan terjadi apabila ada
campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras
sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidak keserasian.
2.
Keadilan Distributif
Aristotele
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama
(justice is done when equels are treated equally).
3.
Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara
ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles pengertian
keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua
tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak
atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
4.
Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa-apa
yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakan
sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah
kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya
dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut
satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama
dengan perbuatannya. Karena itu jujur berarti juga menepati janji atau kesanggupan
yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati
nuraninya yang berupa kehendak, harapan dan niat.
Sikap jujur itu perlu di pelajari oleh
setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut
kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta
menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran di
landasi oleh kesadaran moral yang tinggi kesadaran pengakuan akan adanya sama
hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
Adapun kesadaran moral adalah kesadaran
tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan
dengan hal yang baik dan buruk.
Kejujuran besangkut erat dengan masalah
hati nurani. Menurut M.Alamsyah dalam bukunya budi nurani dan filsafat
berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan
manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam
meneropong kebenaran local maupan kebenaran illahi (M.Alamsyah,1986 :83).
Nurani yang di perkembangkan dapat jadi budi nurani yang merupakan wadah yang
menyimpan keyakinan. Kejujuran ataupun ketulusan dapat di tingkatkan menjadi
sebuah keyakinan atas diri keyakinannya maka seseorang di ketahui
kepribadianya.
Dan hati nurani bertindak sesuai dengan
norma-norma kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan
menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus-menerus berfikir atau
bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konfik
batin, ia akan selalu mengalami ketegangan, dan sifatnya kepribadiannya yang
semestinya tunggal menjadi pecah. Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara
dan sikap yang perlu di pupuk. Namun demi sopan santun dan pendidikan, orang di
perbolehkan berkata tidak jujur apabila sampai batas-batas yang di tentukan.
Kecurangan identik dengan ketidakjujuran
atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik meskipuntidak serupa benar.
Kecurangan adalah apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nurani nya atau
orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh
keuntungan tanpa bertenaga dan tanpa adanya usaha. Yang dimaksud dengan
keuntungan adalah keuntungan yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang
menganggap akan mendatangkan kesenangan atau kenikmatan, meskipun orang lain
menderita karena nya. Kecurangan juga menyebabkan manusia menjadi serakah,
tamak ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap
sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat
disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasa nya tidak senang bila
ada orang yang melebihi kekayaannya, padahal agama apapun tidak membenarkan
orang yang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain
dan lebih lagi mengumpulkan harta dengan jalan yang curang. Hal semacam itu
dalam istilah agama tidak akan di ridhoi oleh allah dan akan mendapatkan dosa
yang setimpal.
sumber : IGOS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar